SANG GURU
Oleh
Jian Al Ma’arij, M.Pd
S
|
ang Guru, masuk kerja pukul 06.30. Setelah
meletakan segala perlengkapan di atas meja kerja dan membereskan beberapa hal
kecil untuk persiapan mengajar, Sang Guru berdiri menyambut siswa yang mulai
berdatangan. Dengan senyum ramah, seragam yang rapih, serta menyambut dengan
ucapan salam, selamat pagi, dan kata-kata motivasi yang menyemangati mereka
Sang guru menyalami satu persatu siswa yang masuk ke sekolah. Sang guru selalu
memberikan ucapan positif di setiap paginya.
“Selamat pagi Nak”
“selamat belajar”
“selamat bertemu lagi”
“selamat menjemput cita-cita”
“selamat mendalami ilmu Allah”
“Buat hari ini lebih baik dari kemarin”
“Ayo, wujudkan cita-cita dan harapan orang
tua kalian”
“Selamat menaklukan dunia”
Kalimat-kalimat positif tersebut selalu
keluar dari mulut Sang Guru setiap pagi kepada anak didiknya, pasti sangat
berdampak positif juga bagi siswa. Motivasi belajar sudah diletupkan oleh Sang
Guru saat pertama siswa menginjakan kaki di pintu gerbang sekolah. Benar-benar
keadaan yang membuat hati tentram, setiap pagi melihat antusias para siswa
bersalaman dengan gurunya disertai semangat belajar mereka yang menyala-nyala.
Salah satu siswa mendekati sang guru dan
berkata “Pak Guru, doakan ya, semoga hari ini saya bisa mengerjakan tes fisika
nanti.” Sang Guru lantang menjawab, “Kamu pasti bisa nak.” Lalu siswa tersebut
tersenyum.
Tepat pukul 07.00 siswa sudah masuk kelas.
Sang Gurupun sudah hadir di dalam kelas dan akan mulai mengajar. Sang guru
memberikan ulasan pembukaan selama 5 menit yang isinya memotivasi siswa lalu
menutup dengan doa.
“Anak-anak tadi pagi, sebelum bapak
berangkat kesekolah bapak melihat ada kecelakaan di depan terminal. Pedagang
kue yang hendak berjualan ke pasar tiba-tiba tertabrak motor lalu tergeletak
bersimbah darah. Kebetulan bapak lewat dan melihat ada seorang anak kecil
berseragam SD menangis di samping ibu yang tertabrak. Anak itu menangis tak
henti-henti, ia berteriak memanggil manggil nama ibunya.
“Ibu......ibuuuuu.....ibuuuu.....jangan pergi bu.....ibuuuu bangun bu. Kalau
ibu pergi siapa yang menyekolahkan aku bu..... ibu bangun bu jangan pergi.
“Anak-anak coba bayangkan, jika kalian
punya ayah dan ibu yang saat ini sedang bekerja mencari nafkah untuk kalian.
Mereka berjuang demi anak-anaknya. Harapannya adalah agar anak-anaknya menjadi
anak yang shaleh, cerdas dan berhasil. Jangan sia-siakan perjuangan ayah dan
ibu kalian, jangan kecewakan mereka. Hari ini di kelas ini, Allah menjadi saksi
kalian dalam menuntut ilmu, meraih dan mewujudkan harapan dan doa orang tua
kalian. Ayo kita wujudkan harapan orang tua kalian dan buktikan
keberhasilannya. Ubah hari ini menjadi hari yang sangat menyenangkan untuk
belajar. Pelajari dan dapatkan banyak ilmu hari ini. Berlomba lombalah kalian
mendapatkan ilmu yang bermanfaat hari ini. Bertanyalah kepada guru kalian
tentang apa pun yang kalian belum pahami. Dan sebelum memulai pelajaran mari
kita berdoa bersama.”
“Ya Allah, Yang maha pemberi ilmu.
Berikanlah kepada kami kemudahan untuk menerima ilmu-Mu hari ini. Berikanlah
kesabaran kepada guru kami. Muliakanlah guru kami. Muliakanlah kami, hamba-Mu
yang ikhlas belajar pada hari ini. Ya Allah, jadikanlah hari ini ilmuku
bertambah dan menjadi penolong kehidupanku di dunia dan akherat. Amin ya rabbal
‘alamin.
Sang guru memulai pelajaran dengan sangat
cermat, ia menjelaskan materi dengan jelas. Dihatinya selalu ditanamkan
komitmen untuk menjadikan semua anak adalah juara. Karena ia teringat bagaimana
seorang manusia dilahirkan. Berjuta-juta sel sperma berusaha sekuat tenaga
berlomba membuahi satu sel telur. Hanya satu sel sperma yang berhasil,
sedangkan yang lainnya harus rela kalah. Ketika pembuahan selesai, telur yang
telah dibuahi akan membelah hingga akhirnya menjadi janin, hingga dia berhasil
dilahirkan dalam wujud seorang bayi, apapun kondisinya saat dilahirkan, sang
bayi akan selalu menjadi sang juara hingga kelak ia tumbuh menjadi dewasa. Jadi
siapakah manusia itu? Bagaimana ia dilahirkan serta bagaimana proses
perkembangan dalam kehidupannya, mengapa ada yang berhasil meskipun banyak
sekali hambatannya, dan banyak pula yang gagal meskipun kondisinya sempurna.
Lalu kemanakah manusia itu akan pergi? Dari siklus manusia dimanakah peran
guru? Bagaimana sosok guru yang seharusnya peduli dan berinteraksi dengan
siswa?
Sang Guru menerapkan konsep multiple
intelligences, yaitu memandang semua anak cerdas dan harus punya kesempatan
bersekolah. Tak jarang ditengah-tengah proses pembelajaran ada siswa yang
sangat aktif dibandingkan teman-temannya. “Pak...Andi nakal pak” sebut saja
Andi siswa yang dianggap teman-teman dikelasnya nakal. Memang sikapnya terlihat
lebih aktif, terkadang meja selalu ditabuh seperti memainkan gendang ditengah
pelajaran, temannya seringkali dipukul dengan anggapan itu hanya bercanda
sehingga keadaan kelas tiba-tiba gaduh. Tapi apa yang dilakukan oleh Sang Guru.
Dia langsung berbicara kepada semua siswa, Anak-anak, Andi ini tidak nakal loh,
dia ini anak shaleh anak yang baik dan harus menjadi sahabat kita semua. Andi
suka memukul karena merasakan sesuatu yang tidak nyaman, mungkin tadi ada yang
membentak atau menarik tangannya. Anak-anak ikhlas ya, kita bantu Andi untuk
jadi sahabat kita yang shaleh dan menyenangkan...”
Tak pernah bosan Sang Guru memberikan
penjelasan kepada seisi kelas bahwa teman-teman yang memiliki keaktifan
berlebih adalah bukan anak nakal. Tak pernah Sang Guru mengucapkan “Kamu Nakal”
karena ia hawatir jika kata nakal diucapkan akan melekat dihati sang anak,
karena beranggapan bahwa guru menganggapnya naka dan ia merasa menjadi anak
yang nakal. Sang Guru hanya ingin menanamkan bahwa semua siswanya adalah siswa
yang shaleh. Siswa yang baik dan semua adalah juara. Hari demi hari masih saja
selalu ada siswa yang berbuat gaduh dan tidak menyenangkan saat jam pelajaran di
mulai. Sang guru tak pernah bosan mengingatkan murid-muridnya dengan kata yang
santun. Ia selalu megajarkan anak-anak untuk bersikap malu (malu untuk
melakukan hal yang dilarang oleh Allah), mengajarkan untuk saling memaafkan,
mengajarkan untuk selalu bersyukur jika ada yang mengingatkan, karena yang
mengingatkan adalah tanda bahwa mereka masih sayang kepada kita.
Minggu berikutnya Sang Guru dikejutkan
dengan seorang siswa yang berjanji tidak mau sekolah lagi. Roni. Ia beranggapan
sekolah itu percuma, karena Ayahnya bilang bahwaRoni harus menggantikan Ayahnya
untuk mengurus toko kelontong di pasar dekat rumahnya. Ia bertugas menawarkan
barang dagangan, lalu jika sepakat barang dikirim atau di beli langsung. Hanya
itu saja yang ia lakukan jadi Roni beranggapan untuk apa melanjutkan sekolah.
Sang Guru tidak yakin jika Roni akan malas
untuk sekolah. Sang guru mencoba mendekatinya dengan cara membantu Roni saat
berjualan di pasar. Selama beberapa hari bersama roni terjadilah interaksi
menarik, Sang Guru melihat Roni sangat piawai melayani pembeli dan menawarkan
barang kepada pembeli. Semakin yakin bahwa Roni adalah siswa yang tidak mau
kehilangan semangat untuk belajar.
“Roni, bapak lihat kamu hebat, sudah ada
empat orang pembeli yang membeli daganganmu, caramu menawarkan daganganmu ke
pembeli itu yang luar biasa, kata-kata yang kamu sampaikan menarik perhatian
pembeli loh” Roni tersipu malu karena selama ini belum pernah mendapatkan
pujian seperti itu, di sekolah ia selalu di ledek temannya sebagai anak yang
malas.
“ Bapak lihat kamu tadi masih kehilangan
beberapa pembeli ya, mereka hanya melihat-lihat barang lalu pergi tidak jadi
membeli lagi”
“iya pak, saya suka bingung kalau ada
pembeli yang menawar harga di bawah harga modal, lalu saya juga bingung menghadapi
pembeli yang terkadang marah-marah kalau barang yang mereka beli rusak”
“kamu mau tau cara mengatasi itu?”
“mau pak tapi bagaimana caranya”
“kira-kira menurut kamu, tempat yang cocok
untuk mendapatkan ilmu itu semua di mana?”
Roni berpikir lama untuk menjawab
pertanyaan Sang Guru, ia menggaruk-garuk kepalanya dan melihat kelangit-langit.
Dan tiba-tiba iya menjawab pelan “Sekolah”.
Sang Guru tersenyum melihat jawaban Roni,
ia mulai merasakan kesadaran Roni akan pentingnya sekolah.
“Nah betul sekali, nanti kamu disekolah
bisa belajar, Roni harus banyak belajar untuk memajukan toko ayahmu. Kamu
cerdas nak. Sang Guru mencoba mengembalikan kepercayaan dirinya yang sempat
hilang karena mindset yang tertanam sebagai penjaga toko.
“Pak Guru, Saya besok mau sekolah”
Sang guru tidak hanya bertugas
menyampaikan materi di kelas tetapi bertanggung jawab menjadi pemimpin dikelas.
Sang guru memberikan contoh baik kepada siswa, akhlaknya sungguh terpancar
menjadi inspirasi pembentukan karakter peserta didiknya di kelas. Tak hanya
itu, Sang guru selalu memberikan motivasi dan teladan kepada murid-muridnya dan
tak pernah malas untuk selalu belajar untuk meningkatkan kualitas diri.
Rasa syukur sang guru ketika setiap
harinya mendapati keistimewaan tingkah laku beragam siswa yang memiliki
kepribadian dan pola pikir berbeda beda.
“Ya Allah, hari ini aku ucapkan rasa
syukurku, engkau titipkan karunia dengan masuknya anak-anak yang luar biasa ke
sekolah ini, yang membuatku tertantang untuk menjadi agen of change bagi
diri mereka dan diriku sendiri. Terimakasih, ya Allah aku belajar dari siswaku
sendiri “siswa yang tidak bisa diam”, aku belajar dari siswaku sendiri “siswa
yang disebut-sebut sebagai anak nakal” yang setiap hari terus menggoda
teman-temannya, gaduh di dalam kelas. Aku benar-benar bersyukur engkau hadirkn
mereka untukku. Bagiku mereka adalah rejeki, bagaimana tidak, ilmuku bisa
bertambah karena kehadiran mereka. Kesabaranku berlipat-lipat karena kehadiran
mereka, dan yang paling aku nikmati adalah senyum dan tawa mereka seraya
berbisik “Pak, ternyata aku bisa....” Rasa syukurku atas nikmat yang selalu
terus menerus muncul di setiap hari di kelasku. Ya Allah, berikan aku kekuatan
keikhlasan serta ilmu untuk membimbing mereka menjadi insan-insan yang kelak dapat
bermanfaat bagi dirinya sendiri, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negaranya. Amin ya rabbal’ alamin.
Mantap bu Jian
BalasHapus